Teori Pembentuk Kepribadian




TEORI PEMBENTUK KEPRIBADIAN

A.  Teori peran

           Menurut Bruce J Cohen (1992:76) Peran terdiri atas harapan-harapan yang melekat pada ciri-ciri perilaku tertentu yang seharusnya dilaksanakan oleh seseorang yang menduduki posisi atau status sosial tertentu dalam masyarakat. Setiap peran memiliki tugas-tugas tertentu yang harus dilaksanakan oleh pengemban peran. Pendapat lain dalam buku sosiologi suatu pengantar bahwa peranan adalah suatu perilaku yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang yang menduduki status tertentu.

         Menurut David Berry dalam Wiroutomo (1981: 99-101) menyatakan bahwa peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinidikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, didalam keluarga dan di dalam peranan-peranan yang lain.

         Teori sosialisasi George Herbert Mead menjelaskan bahwa sosialisasi adalah proses dimana manusia belajar melalui cara, nilai dan menyesuaikan tindakan dengan masyarakat dan budaya, isinya melihat bagaimana manusia meningkatkan pertumbuhan pribadi mereka agar sesuai dengan keadaan, nilai, norma dan budaya sebuah masyarakat.


            Menurut George Herbert Mead dalam bukunya Mind, Self, and Society (1972) menguraikan tahap pengembangan diri manusia, manusia yang baru lahir belum mempunyai diri, diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain, menurut Mead pengembangan diri manusia berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut :

  1. Tahap persiapan (Preparatory Stage) Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya. Pada tahap ini juga anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Dalam tahap ini, individu sebagai calon anggota masyarakat di persiapkan dengan di bekali nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman bergaul dalam masyarakat oleh lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga.
  2. Meniru (Play Stage) Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilkukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang dihrapkan seorang ibu dari dirinya.
  3. Siap bertindak (Game Stage) Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat, sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya diluar rumah.
  4. Penerimaan norma kolektif ( Generalizing Stage) Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, dia dapat bertenggang rasa tidk hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan masyarakat secara luas.


B.  Teori cermin diri

Menurut Cooley (1922) memperkenalkan “teori diri kaca cermin” (looking glass self) dengan pemikiran bahwa konsep diri seseorang di pengaruhi oleh apa yang di yakini individu-individu, bahwa orang berpendapat mengenai dia. Cermin memantulkan evaluasi yang dibayangkan orang lain tentang seseorang. Diri kaca cermin muncul dari interaksi simbolis antara individu dengan macam-macam kelompok.

Menurut Mead (1934) menguraikan konsep diri yang terlahir dari masyarakat sebagai hasil dari perhatian individu, bagaimana orang lain bereaksi kepadanya. Dalam kondisi tersebut, seseorang dapat mengantisipasi reaksi orang lain yang bereaksi kepadanya. Orang tersebut berperilaku pantas, dan belajar untuk menginterpretasi lingkungan sebagaimana dilakukan orang lain. Mead (1934) menyatakan bahwa diri adalah structural sosial, yang timbul dari pengalaman sosial sedangkan bahasa adalah penghubung antara diri dan masyarakat.

Menurut Fuhrmann (1990),konsep diri merupakan konsep dasar tentang diri sendiri, pikiran dan opini pribadi, kesadaran tentang apa dan siapa dirinya, dan bagaimana perbandingan antara dirinya dnegan orang lain serta bagaimana idealisme yang telah dikembangkannya.


Menurut Rakhmat (2008) faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu
  1. Orang lain : jika kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya bila orang lain meremehkn, menyalahkan dan menolak kita, kita cenderung tidak akan menyenangi diri kita sendiri.
  2. Kelompok rujukan : dalam pergaulan bermasyarakat kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok, ada kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita, ini di sebut kelompok rujukan, dengan melihat-lihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan cirri-ciri kelompoknya.


Skala konsep diri disusun dengan item-item yang didasari oleh aspek-aspek konsep diri menurut Hurlock (1999) yaitu :
  1. Aspek Fisik, meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu mnegenai penampilan, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain yang disebabkan oleh keadaan fisiknya.
  2. Aspek Psikologis, meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti rasa percaya diri, harga diri, serta kemampuan dan ketidakmampuannya.


Menurut Calhoun & Acocella (1990:67) konsep diri memiliki tida dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian tentang diri sendiri.
  1. Pengetahuan   :  Pada dimensi ini konsep diri yang mengenai apa yang individu ketahui mengenai dirinya. Menurut Stuart & Sundeen dalam Keliat (1992:4) sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Bagaimana cara individu diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Padangan realistis pada diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan member rasa aman sehingga terhindar rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Persepsi dan pengalaman individu dapat merubah gambaran diri secara dinamis. Termasuk dalam hal jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, usia dan lain sebagainya.
  2. Pengharapan   : Pandangan tentang diri , dan tidak akan lepas dari kemungkinan individu menjadi apa di masa mendatang. Pengharapan dapat dikatakan sebagai diri ideal. Setiap harapan dapat membangkitkan ekuatan yang mendorong untuk mencapai harpan tersebut dimasa depan. Pada usia remaja, diri ideal akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru, dan teman.
  3. Penilaian         : Penilaian menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar individu menyukai dirinya sendiri. Semakin besar ketidaksesuaian antara gambaran tentang diri yang ideal dan yang actual maka akan semakin rendah harga diri. Sebaliknya orang yang punya harga diri yang tinggi akan menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakan dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penilaian merupakan komponen pembentukan konsep diri yang cukup signifikan.
Menurut Ukki (2005:2) tingkat konsep diri ada tiga yaitu:
  1. Aku diri (aku seperti yang aku pahami) : Cara individu mempersepsi diri. Setiap inividu memiliki pemahaman tentang dirinya dan setiap individu memahami bahwa ia seperti yang ia pahami.
  2. Aku sosial (aku seperti yang dipahami orang lain yang ada di sekitar aku) : Cara orang lain memahami individu juga mempengaruhi diri individu sendiri.
  3. Aku ideal (aku yang aku inginkan) : keyakinan tentang aku yang ideal, bila didalamnya tidk memiliki korelasi yang kuat dengan aku diri dapat disebut sebagai pemimpi.


SUMBER

  1. Mutiawanthi. 2017. Tantangan Peran yang Dihadapi Oleh Mantan Perawat IJ-EPA Setelah Kembali ke Indonesia. Jakarta: Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, Vol 4, No 2.
  2. Zunita, Putri Ratna. Fenomena Pengemis Anak. Jurnal Sosial dan Politik. Universitas Airlangga.
  3. Saliyo. 2012. Konsep diri dalam Budaya Jawa. Buletin Psikologi. Vol 20, No 1-2.
  4. Masturah, Alifah Nabilah. 2017. Gambaran Konsep Diri Mahasiswa Ditinjau Dari perspektif Budaya. Jurnal Ilmiah Psikologi Vol.2, No 2.
  5. Novilita, Hairina dkk. 2013. Konsep Diri Adversity quotient dan Kemandirian Belajar Siswa. Jurnal Psikologi Vol 8 No 1.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenali dan Mengidentifikasi Realitas Individu, Kelompok, dan Hubungan Sosial Di Masyarakat

GEJALA SOSIAL

PERBEDAAN SOSIAL PERBEDAAN INDIVIDU DAN PERBEDAAN ANTARKELOMPOK