Unsur Keteraturan Sosial dan Proses Interaksi Sosial




UNSUR YANG MENCIPTAKAN KETERATURAN SOSIAL

Menurut proses terbentuknya, keteraturan sosial terjadi melalui tahap-tahap berikut:

1.   Tertib sosial (social order) yaitu kondisi kehidupan masyarakat yang aman, dinamis, dan teratur yang ditandai dengan setiap individu bertindak sesuai hak dan kewajibannya. Contohnya, kehidupan suatu masyarakat desa di mana semua warganya bertindak sesuai dengan status dan perannya.

2.  Order yaitu sistem norma dan nilai sosial yang berkembang, diakui, dan dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat, misalnya adat-istiadat yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan warga, peraturan-peraturan sekolah, dan peraturan yang ada dalam lingkungan RT atau RW. Order dapat dicapai apabila ada tertib sosial ketika setiap individu melaksanakan hak dan kewajibannya.

3. Keajegan yaitu suatu kondisi keteraturan yang tetap dan tidak berubah sebagai hasil dari hubungan antara tindakan, nilai, dan norma sosial yang berlangsung terus-menerus. Keajegan dapat terwujud jika setiap ndividu telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai sistem norma dan nilai sosial yang berkembang. Hal itu dilaksanakan dengan konsisten sehingga terpelihara dalam tindakan.

4.   Pola yaitu corak hubungan yang tetap atau ajeg dalam interaksi sosial dan dijadikan model bagi semua anggota masyarakat atau kelompok. Pola dapat dicapai ketika keajegan tetap terpelihara atau teruji dalam berbagai situasi. Contohnya, dalam menyelesaikan beberapa persoalan, masyarakat desa menggunakan cara musyawarah. Cara ini ternyata dapat menyelesaikan persoalan-persoalan. Karena sudah teruji, masyarakat desa tersebut memakai musyawarah sebagai cara menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi di desa.
PROSES SOSIAL YANG TERJADI AKIBAT INTERAKSI SOSIAL

Menurut Gillin dan Gilin dalam buku Setiadi dkk (2013:  101) ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu:

a.    Proses asosiatif yaitu suatu proses sosial yang mengindikasikan adanya gerak pendekatan atau penyatuan. Bentuk-bentuk khusus proses sosial yang asosiatif adalah koperasi, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.

b.    Proses disosiatif yaitu porses sosial yang mengindikasikan pada gerak ke arah perpecahan. Bentuk-bentuk khusus proses sosial yang disosiatif adalah kompetisi, konflik dan kontravensi.

Menurut Kimball Young dalam Soerjono Soekanto dkk (2013: 65) ada 3 macam bentuk interaksi sosial, yaitu:

a.    Oposisi (persaingan dan pertentangan).

b.    Kerjasama yang menghasilkan akomodasi.

c.    Diferensiasi (tiap individu mempunyai hak dan kewajiban atas dasar perbedaan usia, seks, dan pekerjaan)

Menurut Tomatsu Shibutani dalam Soerjono Soekanto dkk (2013: 65) ada 4 macam bentuk interaksi sosial, yaitu:

a.    Akomodasi dalam situasi rutin.

b.    Ekspresi pertemuan dan anjuran.

c.    Interaksi strategis dalam pertentangan.

d.   Pengembangan perilaku massa.



1.    Proses  Sosial Asosiatif

Menurut Setiadi dkk (2013: 102) bentuk interaksi asosiatif adalah kerjasama, akomodasi, dan asimilasi.

a.    Kerjasama (Cooperation)

Menurut Setiadi dkk (2013: 102) Kerjasama ialah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok-kelompok bekerja sama bantu membantu untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lain.

Menurut Soerjono Soekanto (2013: 65) beberapa sosiolog menganggap bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sebaliknya, sosiolog lain menganggap bahwa kerja samalah yang merupakan proses utama. Golongan yang terakhir tersebut memahamkan kerjasama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-benuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada kerjasama.

Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu, anak tersebut akan menggambarkan bermacam-macam pola kerjasama setelah dia menjadi dewasa. Bentuk kerjasama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua.

Menurut Charles H Cooley dalam soerjono soekanto (2013: 66) yakni kerjasama timbul apabila orang menydari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.

Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat, kebudayaan itulah yang mengarahkan dan mendorong terjadinya kerja sama. Misalnya, di Amerika Serikat terdapat pola pendidikan terhadap anak-anak, pemuda, dan mereka yang sudah dewasa, yang mengarah pada sikap, kebiasaan dan cita-cita yang lebih berbentuk persaingan daripada berbentuk kerjasama, walaupun didalam kehidupan nyata, unsur-unsur kerjasama juga dapat dijumpai, misalnya dalam kelas-kelas sosial, perhimpunan mahasiswa, organisasi buruh dan seterusnya.

Lain halnya dengan keadaan yang dijumpai pada masyarakat Indonesia. Di kalanga masyarakat Indonesia dikenal bentuk kerjasama tradisional dnegan nama gotong-royong. Sejak kecil di tanamkan hidup rukun, terutama di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto (2013: 68) ada lima bentuk kerjasama, yaitu :

1)   Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong

2)   Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih

3)   Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsure-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan poliik dalam suat organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

4)   Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisis dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud uama adalah unuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.

5)   Joint Venture, yaitu kerjasama dalam perusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dan seterusnya.

b.    Akomodasi (accomodation)

Menurut Anwar dan Adang (2013: 196) Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, dimana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

Menurut Gillin-Giliin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial, atau sebuah proses dimana orang perorangan aau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.

Namun menurut Soerjono Soekanto (2013: 68) menguraikan bahwa akomodasi dapat digunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses, akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan atu kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dnegan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat, sedangkan sebagai proses , akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.

Menurut Rusdiyanto dkk (2009: 29) akomodasi digunakan dalam dua arti, yaitu menunjukkan pada suatu keadaan dan untuk menunjukan pada suatu proses. Akomodasi sebagai keadaan berarti kenyataan adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-orangan dan kelompok-kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Akomodasi sebagai proses menunjukan pada usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha untuk mencapai kestabilan. Tujuan akomodasi adalah untuk mengurangi pertentangan manusia akibat perbedaan faham, untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan, usaha untuk memungkinkan adanya kerjasama antar kelompok sosial dan usaha untuk melebur antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah.

Dala buku Soerjono Soekanto (2013: 69) tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:

1)   Untuk mengurangi pertenangan antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, aga menghasilkan suatu pola yang baru.

2)   Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer.

3)   Untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenai sistem berkasta.

4)   Mengusahakan pleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya lewat perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.

Menurut Rusdiyanto dkk (2009: 29-30) akomodasi dibagi menjadi beberapa bentuk yakni sebagai berikut:

1)   Coercion, ialah akomodasi yang dilaksanakan karena paksaan, misalnya perbudakan dalam masyarakat.

2)   Compromise, suatu pihak yang bersikap untuk bersedia merasakan dan mengerti keadaan pihak lainnya dan sebaliknya. Misalnya beberapa partai politik sadar bahwa mereka mempunyai kekuatan yang sama dalam suatu pemilihan umum.

3)   Arbitration, suatu cara untuk mencapai compromise jika pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Dengan menunjuk pihak ketiga yang dipilih kedua pihak/badan yang lebih tinggi.

4)   Mediation, melibatkan pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah secara damai dengan peranannya sebagai mediator

5)   Conciliation, suatu usaha mempertemukan keinginan-keinginan pihak-pihak yang berselisih bagi tercapainya tujuan bersama, misalnya beberapa unsure dalam panitia penyelesaian masalah perburuhan.

6)   Toleration,suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan formal benuknya, didasari oleh watak manusia yang tidak berkeinginan munculnya konflik.

7)   Stalemate, karena pihak-pihak berkekuatan seimbang sehingga berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangan

8)   Adjudication, penyelesaian perkara di pengadilan.

c.    Asimilasi (Assimilation)

Menurut Rusdiyanto dkk (2009: 30-31) asimilasi merupakan proses lanjutan dari akomodasi. Pada proses asimilasi terjadi proses peleburan kebudayaan, sehingga pihak-pihak dari berbagai kelompok yang tengah berasimilasi akan merasakan adanya kebudayaan tunggal yang dirasakan milik bersama. Proses asimilasi ditandai adanya usaha-usaha mengurangi berbagai perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap-sikap dan proses-proses mental dnegan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

Suatu proses dimana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok dan merupakan percampuran dua atau lebih budaya yang berbeda sebagai akibat dari proses sosial, kemudian menghasilkan budaya tersendiri yang berbedan dengan budaya asalnya.

Menurut rusdiyanto dkk (2009) proses-proses asimilasi akan muncul apabila:

1)   Perbedaan kebudayaan diantara kelompok-kelompok manusia.

2)   Orang perorang sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama.

3)   Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Menurut Rusdiyanto dkk (2009) faktor-faktor yang mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain:

1)   Toleransi

2)   Kesempatan-kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi

3)   Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya

4)   Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat

5)   Persamaan dalam unsure-unsur kebudayaan

6)   Perkawinan campuran (amalgamation)

7)   Adanya musuh bersama dari luar

Menurut Soerjono Soekanto (2013) Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain:

1)   Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (biasanya golongan minoritas).

2)   Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga.

3)   Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.

4)   Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.

5)   Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan cirri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi.

6)   In-group feeling

7)   Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas lain yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah apabila golongan minoritas mengalmi gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.

8)   Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan terhalangnya proses asimilasi.

   d.   Akulturasi

Menurut rusdiyanto dkk (2009: 32) akullturasi adalah apabila asimilasi antar dua kelompok sosial yang berbeda budaya berlangsung sedemikian rupa sehingga saling menerima unsure budaya lainnya menjadi adat istiadat baru. Jadi, dalam akulturasi unsure budaya lain masuk atau diterima menjadi seolah-olah milik sendiri atau budaya sendiri.






2.    Disosiatif

Menurut Sujarwanto (2012) bentuk interaksi disosiatif adalah persaingan, pertentangan, dan kontravensi.

a.    Menurut Sujarwanto (2012) persaingan diartikan sebagai porses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang ada pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempelajari prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

b.    Menurut Setiadi dkk (2013: 103) pertentangan merupakan bentuk interaksi sosial yang ebrupa perjuangan yang langsung dan sadar antara orang dengan orang atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai tujuan yang sama.

c.    Menurut Setiadi dkk (2013: 103) kontravensi merupakan bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan . kontravensi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang dismbunyikan, dan kebencian terhadap kepibadian orang, tetapi gejala-gejala

Dalam Soerjono Soekanto (2013: 83-97) proses sosial disosiatif dibagi kedalam beberapa bagian yakni :

a.    Persaingan (Competition)

Menurut Gillin dan Gillin Persaingan diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan dikelompokkan menjadi tiga bentuk yakni persaingan ekonomi, persaingan, persaingan kebudayaan, persaingan kedudukan dan peranan, serta persaingan ras.

Menurut Ibid dalam buku Soerjono Soekanto (2013: 85) persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

1)   Menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif.

2)   Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.

3)   Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial dimana persaingan berfungsi unruk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya

4)   Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya akan menghasilkan pembagian kerja yang efektif. Emile Durkheim menggambarkannya sebagai “the social division of labor”

Hasil dari sebuah persaingan yang terkait erat dengan berbagai faktor yakni sebagai berikut :

1)   Perubahan kepribadian seseorang : Charles H. Cooles mengemukakan bahwa persaingan dilakukan secara jujur, persaingan akan dapat mengembangkan rasa sosial dalam diri seseorang. Seseorang hampir tak mungkin bersaing tanpa mengenal lawannya dengan baik. Persaingan menyangkut kontak dan pengertian atau komunikasi karena seseorang tentu ingin mengetahui sifat-sifat, cara-cara kerja, perilaku lawannya. Apabila sifat-sifatnya berkenaan dengan dirinya, seseorang akan menghargai lawannya, walaupun tujuannya berbeda. Oleh karena itu, persaingan dapat memperluas pandangan pengertian serta pengetahuannya dan juga perasaan simpati seseorang.

2)   Kemajuan : dalam masyarakat yang berkembang dan maju dnegan cepat, para individu perlu menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras supaya dapat memberikan sahamnya bagi pembangunan masyarakat. Dengan menimbulkan kegairahan tersebut, usaha-usaha perindividu lazimnya akan mengalami kemajuan-kemajuan.

3)   Solidaritas kelompok : selama persaingan dilakukan secara jujur, solidaritas kelompok tak akan goyah. Lain halnya bila persaingan mempunyai kecenderungan untuk berubah menjadi pertentangan atau pertikaian. Persaingan yang jujur akan menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian.

4)   Disorganisasi : perubahan yang terjadi terlalu cepat  dalam masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial. perubahan yang terlalu cepat sering merupakan faktor utama disorganisasi karena masyarakat hampir tidak mendapat kesempatan untuk menyesuaikan diri dan mengadakan reorganisasi. Lazimnya persaingan menyertai otomatisasi atau komputerisasi, misalnya, terlihat bahwa yang paling tertinggal adalah kemasyarakatan, pola hubungan keluarga, sistem nilai, sistem norma, dan seterusnya. Disamping itu, terlihat persaingan antar pengusaha dalam merekrut tenaga-tenaga yang hanya terampil maka terjadilah pembajakan manajer. Tenaga kerja yang kurang terdidik terpaksa dikesampingkan.

b.    Pertikaian (Conflict)

Pertentangan atau pertikaian menurut Soerjono Soekanto (2013: 91) merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan. Namun walaupun pertikaian termasuk kedalam proses disosiatif, juga dapat mempunyai fungsi positif yakni misalnya pertentangan yang dapat dikendalikan dalam seminar atau diskusi-diskusi ilmiah, dimana dua orang atau beberapa pendapat berbeda. Sepanjang pertentangan itu tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan sosial didalam struktur sosial yang tertentu, pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif

Menurut Soerjono Soekanto (2013: 94) kontravensi memiliki beberapa bentuk khusus yakni :

1)   Pertentangan pribadi : tidak jarang terjadi bahwa dua orang sejak mulai berkenalan sudah saling tidak menyukai. Apabila permulaan yang buruk tadi dikembangkan, maka timbul rasa saling membenci. Masing-masing pihak berusaha memusnahkan pihak lawannya. Maki-makian diucapkan, penghinaan dilontarkan dan seterusnya sampai mungkin timbul suatu perkelahian fisik. Apabila perkelahian dapat dilerai untuk sementara, maka seolah-olah untuk seterusnya kedua tak mungkin berhadapan muka lagi.

2)   Pertentangan rasial : misalnya, pertentangan antara orang-orang negro dengan orang-orang kulit putih Amerika Serikat. Sebetulnya sumber pertentangan tidak hanya terletak pada perbedaan cirri-ciri badaniah, tetapi juga oleh perbedaan kepentingan dan kebudayaan. Keadaan tersebut ditambah dengan kenyataan bajwa salah satu ras merupakan golongan mayoritas.

3)   Pertentangan antar kelas-kelas sosial : pada umumnya ia di sebabkan oleh perbedaan kepentingan, misalnya perbedaan kepentingan antara majikan dengan buruh.

4)   Pertentangan politik : biasanya pertentangan ini menyangkut baik antara golongan-golongan dalam sautu masyarakat, maupun antara Negara-anegara yang berdaulat. Hal ini terakhir menimbulkan bentuk pertentangan berikutnya.

5)   Pertentangan yang bersifat internasional : pertentangan ini disebabkan karena perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merambat ke kedaulatan Negara. Mengalah berarti mengurangi kedaulatan dan itu berarti kehilangan muka dalam forum internasional. Tidak jarang pertentangan demikian menyulut perang total antarnegara.

Akibat-akibat bentuk pertentangan adalah sebagai berikut :

1)   Tambahnya solidaritas in-group.

2)   Apablia terjadi pada suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut akan goyah dan retak diantara persatuan kelompok tersebut.

3)   Perubahan kepribadian para individu

4)   Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia

5)   Akomodasi,dominasi, dan takluknya salah satu pihak

c.    Kontravensi (contravention)

Menurut Soerjono Soekanto (2013: 87-88) kontravensi yakni suatu bentuk proses sosial yang berbeda antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai dengan gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang atau perasaan tersebut dapat pula berkembang terhadap kemungkinan, kegunaan, keharusan atau penilaian terhadap suatu usul, kemungkinan, kegunaan, doktrin, atau rencana yang dikemukakan orang-perorangan atau kelompok manusia lain, kontravensi dapat menyerang secara fisik maupun psikologis misalnya perang dingin yang lebih bersifat tertutup dan rahasia.

Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker ada lima bentuk kontravensi yakni :

1)   Yang umum, meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain.

2)   Yang sederhana, seperti menyangkal pernyataan orang lain dimuka umum, memaki-maki melalui surat-surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain dan seterusnya.

3)   Yang intensif, mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus mengecewakan pihak-pihak lain, dan seterusnya.

4)   Yang rahasia, umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dan seterusnya.

5)   Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, umpama dalam kampanye partai-partai politik dalam pemilihan umum.

Menurut Wiese dan Becker terdapat tiga tipe umum kontravensi yakni:

1)   Kontravensi generasi masyarakat, misalnya antara anak yang tumbuh di zaman sekarang dengan perubahan-perubahan yang serba cepat dan juga mendapat pendidikan secara modern dengan orang tua yang dianggap kuno dan dulunya mendapat pendidikan secara tradisional. Belum stabilnya kepribadian generasi muda, yang tak jarang menimbulkan konflik dalam dirinya berhadapan pula dnegan kepribadian generasi tua yang telah lama terbentuk dan tertanam dengan kuat sehingga cenderung konservatif.

2)   Kontravensi yang menyangkut seks, kontravensi ini mneyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga. Nilai-nilai masyarakat dewasa ini pada umumnya juga di Indonesia berkecenderungan untuk menempatkan suami dan istri pada kedudukan dan peranan yang sejajar. Akan tetapi, hal itu kadang-kadang masih mendatangkan keragu-raguan terhadap para wanita, terutama yang menyangkut kemampuan, dan mengingat latar belakang sejarah dan kebudayaan kedudukan wanita pada umumnya. Hal itu tidak hanya sepanjang hal-hal yang berhubungan erat dengan soal kekeluargaan, misalnya pendidikan anak-anak, teapi juga menyangkut peranannya di masyarakat dalam arti luas, misalnya kesempatan kerja.

3)   Kontravensi parlementer, berkaitan dengan hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat, baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga-lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan , dan seterusnya.

  SUMBER

1. Maryati, Kun. 2012. Sosiologi. Jakarta: Erlangga

2. Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

3. Rusdiyanto dkk. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenali dan Mengidentifikasi Realitas Individu, Kelompok, dan Hubungan Sosial Di Masyarakat

GEJALA SOSIAL

PERBEDAAN SOSIAL PERBEDAAN INDIVIDU DAN PERBEDAAN ANTARKELOMPOK